Menghadapi Remaja Bermasalah Orangtua Harus Bisa Menerima
mengatasi amarah anak-anak
Membantu Anak Meredam Emosi bukan hanya orang dewasa saja yang bisa mengalami ledakan emosi. Namun, anak-anak bahkan balita pun bisa mengalaminya. Bagaimana mengatasinya?
Temper tantrum, begitulah sebutan ledakan emosi yang terjadi pada anak-anak. Biasanya, ledakan emosi ini diungkapkan dengan berbagai cara. Tak jarang mereka mengungkapkan emosinya dengan cara membanting mainannya, atau berteriak-teriak sambil menangis di tengah keramaian.
Temper tantrum bisa bermacam-macam bentuknya, mulai dari merengek, menangis, berteriak-teriak, menendang, memukul atau menahan napas. Pada umumnya sama saja pada anak lelaki atau perempuan dan biasanya terjadi pada anak usia satu sampai tiga tahun. Beberapa anak mungkin sering mengalaminya, ada pula yang hanya beberapa kali, atau bahkan jarang.
Walaupun cara mengekspresikan emosinya berbeda, namun inti dari emosi adalah keinginan untuk melepaskan rasa yang dirasakan. Bisa saja emosi karena terharu atau emosi karena marah. Emosi karena marah inilah yang lebih banyak dirasakan anak-anak, dan satu-satunya cara yang diketahui oleh anak-anak khususnya balita untuk melampiaskan emosi itu adalah dengan menangis, mengamuk atau marah-marah sambil melemparkan mainannya. Hal ini membuat banyak orangtua bingung, bagaimana harus mengatasinya.
Cara Tepat
Orangtua dapat mengurangi emosi yang dirasakan anak-anak dan mengajarkan mereka untuk mengatasi situasi yang membuat mereka emosional. "Katakan kepada anak-anak bahwa emosi dan marah itu boleh saja dan bagian alami dari kehidupan. Namun, melampiaskannya dengan cara yang tepat akan memberikan ketenangan," kata Psikolog Anak Alumni Universitas Indonesia (UI), Dr. Gunawan Hidayat.
Lebih lanjut ditambahkannya, katakan juga pada anak-anak bahwa emosi hanya akan menjadi berbahaya ketika dilampiaskan dengan sebuah amukan. Saat paling sering membuat anak-anak berada dalam ledakan emosi yang sering menjadi pencetusnya adalah emosi ketika seorang adik bayi baru datang, perpindahan keluarga, sebuah perceraian atau pernikahan kembali dari orangtuanya atau ketika keluarga dalam tekanan hal keuangan.
Anak-anak yang terlalu emosional dan tidak bisa mengendalikannya juga bisa menjadi gangguan. Orangtua perlu mengenali tanda-tanda dari emosi yang berlebihan sehingga bisa mendapatkan bantuan untuk anak. Mencari bantuan mungkin semudah membicarakan akan situasinya kepada seorang teman, anggota keluarga atau kepala sekolah.
Seseorang yang tidak asing dengan situasi keluarga kita mungkin dapat memberikan beberapa jalan keluar, nasihat yang berguna. Bila situasinya ekstrem, orangtua mungkin perlu untuk membicarakan dengan dokter keluarga, ahli-ahli jiwa atau bimbingan konseling sekolah, atau orang-orang profesional di bidang ini.
Tanda-tanda
Kebutuhan anak-anak prasekolah adalah mendapatkan rasa cinta, ketentraman hati dan dukungan. Mereka mempunyai sedikit penguasaan dalam kehidupan mereka sendiri dan terlalu muda untuk menggunakan kemampuan memecahkan masalah dengan baik pada situasi-situasi tertentu.
Tanda-tanda bahwa anak prasekolah mengalami tekanan mental atau emosi yang melebihi kekuatannya adalah lebih lekas marah, mengalami teror malam atau mimpi buruk, lebih sering bertingkah laku kasar, menjadi lebih keras kepala atau menuntut atau bahkan menangis lebih sering dari biasanya.
Yang bisa dilakukan oleh orangtua adalah, bantulah anak untuk mengerti situasi. Jelaskan apa yang akan terjadi dengan cara yang mudah dimengerti dan bahasa yang menenangkan hati. Berikanlah keberanian pada anak untuk membicarakan ketakutannya. Kurangilah tekanannya dengan menawarkan pengertian, dukungan dan banyak kasih sayang. Ketika upaya mengendalikan emosi anak tidak berhasil dalam segala usaha untuk membantu anak adalah, jangan ragu untuk meminta nasihat.
"Jangan sungkan untuk menceritakan masalah yang dihadapi anak kepada psikolog anak. Mintalah nasihat ahlinya ketika emosi anak tidak bisa lagi dikendalikan
Ingatkah waktu kecil dulu ibu yang selau menemani kita ketika pergi, kita yang dulu lemah, dan ibu yang membimbing kita menjadi seperti sekarang. Sadarkah kalian bahwa seorang ibu sangat sabar.
Apa ibu pernah marah ketika kita jalan dengan kekasih kita…?
Apa ibu pernah sedih saat kita sudah menikah dan tidak tinggal serumah lagi…? Kalau memang ibu menagis disaat kita menikah, itu karena ibu bahagia.
Apakah ibu pernah marah kalau kita tidak bisa menjadi seorang dokter…?
Apakah ibu marah ketika kita dapat nilai ujian jelek…? Taukah kalian, kalau dibalik itu semua seorang ibu menyalahkan dirinya sendiri, ibu merasa gagal dalam mendidik anak-anaknya.
Sadarkah kalian kalau ibu selalu mengenang masa-masa indah saat kita kecil, saat kita bermain bersamanya, dan pada saat kita sudah mulai besar kita malah lebih sering meninggalkan beliau sendirian dirumah.
Coba deh kalian renungin….
Apa yang sudah kita lakukan buat membahagiakan ibu…?
Bayangkan, bagaimana tidak pedulinya mereka terhadap rasa kantuk yang sangat, lelah dan kondisi kesehatan diri mereka sendiri, hanya untuk membuat si buah hati yang mungil tidur dengan nyenyak dan tidak menangis serta hilang lapar dan dahaganya di tengah malam. Sungguh, bukan untuk waktu yang singkat hal seperti ini mereka jalani. Tak lupa pula, segudang harapan dan cita-cita mulia mereka susun demi sang buah hati, agar kelak dapat menjadi seorang manusia yang berguna bagi agama dan bangsanya.
Lihatlah, bahwa tak seorangpun dari ibu dan ayah, sebagai orang tua, yang menginginkan anak-anaknya sama halnya seperti diri mereka. Mereka selalu berkeinginan agar anak-anaknya lebih baik daripada mereka dari segala sisi kehidupan. Intinya, tak seorangpun dari orang tua yang paham akan kehidupan, kecuali menginginkan kebahagiaan bagi anak-anaknya, dunia dan akhirat.
Namun, tidak sedikit saat ini, rasa kecewa dan sedih senantiasa menyelimuti hati keduanya. Terkadang, dalam usia senjanya, mereka merasa ditinggalkan, diacuhkan, bahkan seolah dilupakan. Ibu dan ayah, yang mampu membesarkan tujuh orang anak-anaknya dengan dekapan penuh kasih, tak mampu mendapati ketujuh orang anaknya sanggup untuk merawat mereka.
Dimana rasa cinta dan kasih kita? Sanggupkah kita membalas jasa-jasa mereka? Dalam membesarkan, merawat, dan mendidik kita dengan penuh cinta kasih? Masihkah lidah kita berkata “ah” di hadapannya? Atas segala permintaan baiknya? Sehingga terluka hatinya dan membuat keduanya mengucurkan air mata? Tidakkah kita segera menghampirinya, mengecup lembut kening keduanya, untuk sedikit meringankan beban di hatinya, dikarenakan tidak semua buah hati mungilnya dulu yang kini telah berusia dewasa, hidup sesuai dengan apa yang menjadi cita-cita mereka?
Saudaraku,
Hampirilah mereka, rangkullah keduanya, dan bermohonlah maaf kepada keduanya, atas banyak khilaf kita selama ini terhadap mereka. Bermohonlah keselamatan dan ampunan Allah untuk keduanya, atas segala kelemahan diri untuk mengasuh dan mendidik kita agar senantiasa cinta kepada Allah. Dekaplah mereka, dengan segala kelembutan dan rasa cinta, dalam nafas kehidupan mereka yang masih tersisa, dengan bakti dan memuliakan keduanya, dengan penuh kasih demi menggapai keridhoan Ilahi Robbiy…
Berikanlah kasih sayang selama ibu kita masih hidup, karena gak ada artinya kita memberikan tangisan pada saat ibu berangkat, karena ibu gak akan bisa melihat itu.